image

Buku Soekarno Dibedah Di Perpustakaan MPR

Senin, 15 Agustus 2016 14:55 WIB

Membincang mengenai sosok Presiden Soekarno, sepertinya tak pernah ada habisnya. Pada tanggal 15 Agustus 2016, Perpustakaan MPR, juga mengupas tentang sosok ayah Megawati Soekarnoputri itu. Kisah sosok yang termuat dalam buku biografi yang berjudul Soekarno Paradoks Revolusi Indonesia itu dibedah oleh penulis Iwan Kurniawan, anggota MPR dari Fraksi PDIP Eddy Kusuma Wijaya, dan mantan Sesjen DPR Sri Sumarjati Harjanto.

Dikatakan oleh Iwan Kurniawan, buku yang dibedah itu bukan buku baru. “Ini dibuat pada tahun 2001,” ujarnya. Buku yang ditulis oleh Tim Seri Buku Tempo itu dibuat bertepatan dengan 100 tahun Soekarno. “Diharapkan buku itu bisa menjadi monumental,” ungkapnya. Ketika nama Soekarno dicoba untuk dibukukan, maka di tubuh tim sendiri terjadi perdebatan, ada yang mengusulkan mengapa tidak menulis sosok Bung Hatta. Dari perdebatan tersebut akhirnya tim menyepakati untuk membuat buku secara berseri yang mengupas kisah para pendiri bangsa. Dari sinilah maka Tempo menulis kisah-kisah para pahlawan seperti Bung Hatta, Cokroaminoto, Kartini, Muhammad Yamin, Soedirman, Tan Malaka, dan yang lainnya.

Menurut Iwan, Soekarno adalah sosok yang populer. Buku yang menulis pria kelahiran Surabaya itu banyak. Meski pada masa-masa tertentu pernah dilarang. Sebelum menulis buku, diceritakan oleh Iwan, tim mengundang sejarawan dan para ahli untuk mendiskusikan tentang sosok yang akan ditulis. “Dari diskusi itu muncul ide,” ujarnya.

Diungkapkan oleh Iwan, banyak ide yang muncul dari Soekarno. Ia adalah pria yang menyatukan berbagai ideologi bahkan yang bertentangan dalam satu ikatan. “Nasakom,” ungkapnya. Dari penyatuan ideologi  itu, Iwan menyebut Soekarno sebagai sosok yang membenturkan ideologi yang berbeda dalam satu ikatan

Dalam buku itu, tim juga mengangkat soal keluarga Soekarno. Dalam mengupas tentang keluarganya, tim melakukan wawancara dengan putra-putrinya. Sebenarnya Soekarno tidak menginginkan anaknya terjun dalam dunia politik. Larangan tersebut dikemukakan sebab dunia politik merupakan kehidupan yang sangat berat. Diceritakan bagaimana kisah akhir si bung itu yang demikian mengenaskan.

Terbitnya buku tersebut diapresiasi oleh Eddy. “Kita beri apresiasi pada Tempo yang telah berani menulis buku itu,” ujarnya. Diungkapkan bahwa dirinya adalah orang yang mengidolakan pria yang dimakamkan di Blitar, Jawa Timur, itu. “Soekarno adalah orang yang inovatif, pemikir, dan pejuang,” ujarnya. Lebih lanjut dikatakan, banyak sisi positif daripada negatif pada diri Soekarno.

Dalam memerintah kekuasaan, Soekarno melakukan secara revolusioner. Cara ini menurut Eddy bagus sebab kalau tidak revolusioner maka bangsa ini akan tertinggal dengan bangsa yang lain. “Saat itu kita sudah tertinggal dengan Eropa,” ujarnya.  Diakui pemikiran Soekarno paradoks namun ternyata pemikiran-pemikiran itu benar dan mulya. “Kalau pemimpin tidak berpikir mulya maka bangsa ini akan lambat,” paparnya. “Kalau pemikiran kita tak revolusioner maka kita akan lambat,” tambahnya.

Saat disinggung bahwa Soekarno banyak istri, Eddy dengan tersenyum mengatakan, orang yang kharismatik pasti dekat rakyat dan biasa jatuh cinta. “Namun ia juga mencintai rakyat,” tegasnya