image

Pengorban Umat Islam Bagi Indonesia

Jumat, 12 Juni 2015 10:28 WIB

Bertempat digedung Nusantara III lantai 9,   pada Kamis (11/6) Wakil Ketua MPR  Hidayat Nur Wahid melaksanakan rekaman  wawancara dengan Televisi dan Radio  Silaturrahim (Rasil). Rekaman wawancara yang bakal tayang diawal Ramadhan, tepatnya pada acara Bincang Bersama Tokoh Menemani waktu sahur,  itu mengupas berbagai sisi kehidupan Wakil Ketua MPR, antara lain  perjalanan masa kecil Hidayat Nur Wahid dan kiprahnya didunia politik nasional.

 

Dunia politik yang diselami Hidayat, ternyata tidak pernah terpikirkan sebelumnya  apalagi dicita-citakan. Karena sejak kecil Hidayat memiliki cita-citanya sendiri, yaitu  menjadi dokter.  Alasannya karena di Prambanan Klaten Jawa Tengah, tempat hidayat lahir dan dibesarkan hanya ada satu rumah sakit. Sehingga praktis dokter yang bertugas di  rumah sakit tersebut selalu sibuk melayani  pasien yang sangat banyak. 


Namun, kenyataan berkata lain. Oleh ayahnya, Hidayat kecil dimasukkan ke Pesantren Ngabar, Ponorogo jawa Timur, sebelum diterima di  Pesantren Gontor Jatim. Sejak itu Hidayat pun menggeluti dunia pesantren beserta  kitab yang diajarkan disana. Pada 1981,  selepas dari Gontor Hidayat melanjutkan pendidikannya ke Saudi Arabia. Di tempat ini Hidayat berhasil menyelesaikan pendidikannya hingga jenjang S3.   


"Sepulang dari Saudi saya dipercaya turut mendeklarasikan berdirinya Partai Keadilan yang kini menjadi Partai Keadilan Sejahtera. Sejak itu saya berkiprah di dunia politik dengan berbagai pasang surutnya, termasuk menjadi Wakil Ketua  MPR, dan pernah menjadi Ketua MPR periode 2004-2009", kata hidayat menambahkan. 


Menjawab pertanyaan tentang Islam dan Pancasila Hidayat mengatakan, lahirnya Pancasila di bumi Indonesia merupakan partisipasi dan  pengorbanan besar yang diberikan umat Islam bagi keutuhan NKRI. Pasalnya, sebelum resmi diterima menjadi dasar negara, teks Pancasila yang tertuang dalam Piagam Jakarta menuai kritik dari kalangan Indonesia Timur. 


"Hilangnya tujuh kata dalam piagam Jakarta seperti yang diminta golongan masyarakat Indonesia bagian Timur merupakan bukti kebesaran jiwa tokoh-tokoh Islam waktu itu. Mereka mau mengalah, semata-mata demia keutuhan bangsa dan negara Indonesia", kata Hidayat menambahkan. 


Karena itu menurut Hidayat sudah tidak relevan lagi, mendikotomikan Islam dan Pancasila, apalagi sampai membenturkan. Karena tidak ada satupun nilai-nilai dari keduanya yang saling bertentangan.